Close Enough to Hurt
“Eh! Itu Ethan sama Aysel!”
Bulan bersama Aruna yang baru saja keluar kelas langsung menghentikan langkah. Bola mata Bulan bergulir cepat ke arah tunjuk Aruna. Tampak gerombolan mahasiswa dari kelas sebelah memenuhi koridor. Ada yang bersandar di pembatas pagar, duduk di lantai, atau berdiri menghalangi jalan. Mereka saling berbincang, menciptakan suasana riuh.
Di antara gerombolan tersebut, Bulan melihat Ethan sedang menyandarkan punggung di pembatas pagar. Di sebelahnya, ada seorang perempuan yang tengah berbincang dengan orang di hadapannya. Ethan tampak sesekali terkekeh mendengar celotehan perempuan itu.
“Yang di sebelah Ethan?” tanya Bulan.
“Iya, itu sebelah Ethan namanya Aysel. Keliatan deket kan mereka?”
Bulan memindai lebih teliti. Pupil matanya melebar. Dia baru menyadari sesuatu.
Tangan kanan Ethan tengah merangkul Aysel yang tampak tak terusik dengan beban di pundaknya.
“Kita balik lewat jalan lain aja ya, Lan?” ujar Aruna yang sepertinya juga melihat apa yang Bulan lihat.
Bulan menggeleng tegas. “Kita lewat sana aja.”
Aruna bergegas menyusul Bulan yang sudah melangkah duluan. Ia merangkul lengan Bulan dengan pandangan was-was. Aruna tidak bisa menebak bagaimana reaksi Ethan melihat Bulan melewatinya ketika ia tengah merangkul perempuan lain. Apakah akan ada keributan besar yang terjadi?
Bulan berjalan dengan langkah tegas dan cepat. Berusaha tidak melirik Ethan sedikitpun. Sebenarnya ia ingin menghindar dari situasi ini. Seperti yang sudah dia bilang kemarin, dia belum siap melihat Ethan bersama Aysel. Namun karena sudah terlanjur terjadi, mau tidak mau dia harus menghadapinya. Dia juga ingin tahu apa yang akan Ethan lakukan saat melihatnya. Apakah Ethan akan langsung melepas rangkulan itu dan mengejarnya atau malah membiarkannya pergi?
“Aysel!” panggil Aruna saat mereka melewati gerombolan Ethan. Jujur, jantung Bulan langsung mengentak keras.
“Eh! Runa!”
Bulan spontan melirik Aysel. Perempuan itu tampak melambai riang ke temannya. Langkahnya melambat, tertahan oleh Runa yang sibuk membalas lambaian Aysel. Bulan ikut tersenyum saat Aysel menyadari tatapannya dan mengangguk kecil.
Bola mata Bulan bergulir ke Ethan. Lelaki itu tampak menatapnya tegang. Namun tangannya masih bertengger di pundak Aysel. Cukup tajam untuk menghujam dada Bulan.
Satu dua langkah setelah melewati gerombolan itu, Bulan tidak mendengar tanda-tanda Ethan mengejar atau sekedar memanggilnya.
“Gue sengaja manggil Aysel karena tadi Ethan sibuk liatin Aysel. Takutnya nggak tau lo lewat. Tapi pas tau pun ternyata dia nggak ngelakuin apa-apa.”
“Padahal dia liat gue loh, Run,” jawab Bulan.
“Dia juga liat gue. Emang nggak mau nyapa aja keknya.”
“Setidaknya rangkulannya dilepas kek!” sahut Bulan kesal.
“Udah tau kan kenapa orang-orang ngira mereka pacaran? Ya gitu tuh mereka tiap hari.”
Bulan menghembuskan napas panjang. Berusaha menenangkan diri di tengah perasaan yang carut marut. Sekarang Bulan percaya. Ethan dan Aysel memang dekat. Pantas banyak orang mengira mereka berpacaran kalau sikap mereka di publik saja seperti itu.
Dan yang membuatnya kecewa adalah mengapa Ethan tidak menyapanya? Bahkan cowok itu terkesan menghindar, bertingkah seakan mereka tidak saling mengenal. Apa Ethan malu? Atau marah karena Bulan menolak ajakan makan sushi semalam?
Atau, Ethan tidak ingin orang-orang tahu mereka dekat karena ingin menjaga perasaan Aysel?