Fakta Baru yang Terungkap
Zafran POV
Gue berjalan keluar ruangan Zayyan membiarkannya berduaan dengan Zanna sejenak. Zayyan keliatan lebih cerah setelah Zanna datang. Gue tau, dia sebenarnya punya perasaan sama Zanna. Cuman nggak mau mengakui aja. Ya, gue ikut seneng kalo Zayyan bahagia.
Ayah dan bunda juga ada di sini. Namun mereka mendadak dipanggil oleh dokter. Mereka pergi entah ke mana. Gue jadi penasaran. Dokter yang biasa menangani Zayyan keliatan cukup serius saat meminta kedua orang tua gue untuk berdiskusi.
Gue mencari ke sana kemari. Hingga saat gue melewati sebuah ruangan, gue melihat ayah dan bunda di sana bersama beberapa dokter tengah berdiskusi di ruangan tertutup. Raut wajah mereka tampak serius sekali. Apa yang sedang mereka bicarakan?
“Kanker yang bersarang di paru-paru Zayyan sudah mencapai stadium 3A. Artinya kanker tersebut sudah mencapai bronkus ataupun membran yang mengelilingi paru. Kanker ini sudah menyebar ke kelenjar getah bening yang berada di sekitar membran paru. Namun kanker tersebut belum menyebar ke organ tubuh lainnya.”
Sayup-sayup gue mendengar percakapan itu dari luar. Karena penasaran, gue lalu mendekatkan telinga ke celah pintu.
“Tapi selama ini Zayyan sudah rutin minum obat, Dok. Zayyan juga sudah kemoterapi. Apa itu belum cukup?” tanya bunda dengan suara mendengung. Bunda sampai menangis? Ada apa ini?
“Tidak cukup hanya dengan kemoterapi, Bu. Namun harus dikombinasikan dengan operasi dan radioterapi.”
“Tapi anak saya bisa sembuh, kan, Dok?” Kali ini ayah yang berbicara. Entah mengapa gue ikut deg-degan menunggu jawaban dari dokter.
“Potensi kesembuhan pada penderita kanker paru bisa sangat bervariasi tergantung jenis kankernya, stadiumnya, usia, kondisi kesehatan penderita secara umum, penanganan yang diberikan, juga respons tubuh penderita terhadap penanganan tersebut. Tanpa penanganan yang tepat, angka harapan hidup tentunya bisa sangat menurun.”
Jantung gue merosot tajam. Dada gue terasa sesak. Air mata mulai berjatuhan. Isakan bunda terdengar semakin jelas di dalam sana.
Nggak, gue nggak boleh berpikiran buruk. Zayya pasti bisa sembuh.
“Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan Zayyan, Dok?” Ayah kembali bertanya.
“Tumor yang bersarang di paru Zayyan berukuran cukup besar, kami akan melakukan lobektomi untuk mengangkat sebagian paru-paru zayyan. Sebab kanker telah menyebar hingga ke seluruh paru kanan. Kami akan mengangkat paru kanan Zayyan secara keseluruhan.”
Hah? Maksudnya paru-paru Zayyan bakal diangkat setengahnya? Mana bisa?!
NGGAK! GUE NGGAK TERIMA!
“Diangkat keseluruhan, Dok?! Lalu Zayyan bagaimana nanti?”
“Tenang saja, Bapak, Ibu. Tidak perlu khawatir. Zayyan tetap dapat bernapas secara normal, meskipun hanya dengan satu paru.”
Tidak ada yang berbicara lagi di dalam sana. Ini maksudnya gimana? Paru-paru Zayyan bakal diambil setengahnya? Ngaco banget itu dokter! Trus ayah sama bunda setuju gitu aja sama saran dokter itu?
Nggak, ini nggak bisa dibiarin.
Dengan keberanian bercampur rasa takut yang menghujam, gue mendorong keras pintu ruangan tersebutlah hingga membuat orang di dalam sana terperanjat.
“Kalian nggak boleh ambil setengah paru-paru Zayyan! Ini semua nggak akan terjadi! Gue nggak terima!!!” teriak gue dari ambang pintu diiringi tangis yang semakin menjadi-jadi. Ayah dan bunda bergegas menghampiri gue untuk menenangkan. Namun itu semua nggak ada artinya.
Mereka tidak mendengarkan jeritan gue. Mereka tidak memikirkan Zayyan yang harus bernapas dengan satu paru nantinya. Zayyan tetap akan dioperasi. Dan yang bikin gue makin kecewa,
Ternyata Zayyan udah menyetujui hal ini dari lama.