I’m Here For You

“JUSTIN!”
Freya terbangun dari lelapnya. Yang pertama ia lihat adalah padatnya kendaraan di jalanan. Pandangannya berpendar ke sekitar. Kenapa dia bisa di sini?
“Freya, kenapa?”
Gadis itu terlonjak keras. Kepalanya menoleh secepat kilat. Di sampingnya, seorang lelaki memakai kemeja hitam dan celana jeans menatapnya cemas. Tangan kanannya menggenggam stir, sedangkan yang lain berusaha menggapainya.
“Kenapa tiba-tiba manggil gue? Mimpi buruk, hm?”
Manik Freya menatap pemuda di hadapannya dengan lamat. Memastikan yang dilihatnya ini benar ada. Bukannya dia sudah pergi? Apa dia tengah bermimpi?
Tangan kekar Justin yang memegang tuas transmisi ia sentuh. Terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Ia kembali menatap pemuda itu yang terlihat kebingungan. “Kenapa?”
“Ini … Justin beneran?”
Pemuda itu tergelak. “Emang ada Justin palsu?”
“Tapi lo udah pergi. Tadi gue ke rumah lo, lo nggak ada. Lo udah ninggalin gue. Lo pergi tanpa kasih tau gue. Padahal lo udah janji mau kasih tau gue kalo lo pergi. Lo pembohong,” ucap Freya disusul oleh air matanya yang mulai menetes.
Justin mulai panik ketika Freya mendadak menangis. Saat Justin menjemput gadis itu di stasiun, kondisinya memang terlihat tidak sehat. Entah apa yang dimimpikan gadis itu. Padahal Justin jelas-jelas ada di sini. Tidak pergi ke manapun.
Ia lantas menepikan mobil. Menggengam erat tangan ramping Freya dan mengangkat kepala gadis itu untuk menghadapnya. “Freya, gue di sini. Gue nggak ke mana-mana. Hei, lihat. Ini gue, Justin Mahendra.”
Mata lentik Freya mengerjap. Meneliti setiap guratan wajah tegas pemuda yang menatapnya teduh. Air matanya kembali menggenang. Freya lantas menarik Justin dalam pelukan.
“Gue tadi mimpi lo udah pergi,” ujar Freya parau dalam tangisnya.
Hati Justin terasa diremat kuat. Itu baru mimpi, bagaimana saat ia benar-benar pergi nantinya?
Punggung Freya diusap lembut. Justin membisikkan beberapa kalimat penenang sampai tangis Freya mereda. Ia mengurai pelukan lantas mengusap pipi Freya yang sudah memerah. “Itu kan cuman mimpi. Lihat kan, gue masih di sini sama lo.”
Freya mengangguk membuat Justin tersenyum ringan. Rambut Freya yang berantakan ia rapikan dengan telaten. Minuman botol yang sudah dibeli tadi diberikan pada gadis itu. “Minum dulu. Kalo udah tenang, kita jalan lagi.”
Gadis itu menurut. “Kita di mana?”
Justin kembali ke kursinya beranjak melajukan mobil. “Di Bogor,” ujarnya lantas mengendarai mobil dengan satu tangan.

“Sebenernya gue mau jemput lo, tapi lo bilang lo udah naik kereta. Jadi gue nunggu lo di stasiun. Lo nggak inget?”
Freya menggeleng seperti orang linglung. Hal itu tak ayal membuat Justin tergelak. “Lo nggak bales chat gue dua hari, kan? Trus gue jadinya ke Bogor dan gue ke rumah lo tapi kata tetangga lo udah pindah.”
Justin tertawa mendengar cerita Freya. “Iya, lo tadi ngomel di stasiun. Hp gue sempet ilang. Gara-gara masalah pasport, gue sama keluarga harus pindah sementara ke hotel. Soalnya rumah gue udah kejual dan mau ditempati. Karena ribet sama pindahan jadi gue lupa naro hp di mana. Tapi sekarang udah ketemu. Maaf ya,” jelas Justin sembari menunjukkan ponselnya.
Freya menghela napas lega. Walaupun sebenarnya ia kesal dengan Justin tapi ia bersyukur kalau kepergian Justin tadi hanyalah mimpi.
“Gue dua hari nggak bisa tidur gara-gara lo tau nggak?!”
Justin terkekeh. “Ya, maaf. Ya, udah sekarang lo tidur lagi. Masih agak lama nyampe ke rumah lo.”
Gadis itu menyamankan punggungnya di sandaran. Setidaknya Justin benar-benar masih di sini. Entah kapan mimpi buruknya tadi akan jadi nyata. Setidaknya dia ada di sini. Setidaknya Justin akan pergi dengan pamit. Setidaknya ia bisa jadi salah satu orang terakhir yang dilihat Justin saat kakinya beranjak dari Indonesia.