Keributan Malam
“Apa aja yang belum diurus, Dam?” tanya Freya sambil mengalungkan id card yang diberikan Adam padanya. Mereka sudah sampai di lokasi dengan aman. Faiz menjamin ibu Freya tidak menaruh curiga padanya.
“Udah, semuanya udah selesai. Lo tinggal nonton hiburannya aja,” jawab Adam membuat Freya bingung.
“Serius? Gue nggak ngapa-ngapain dong?”
“Kerja lo selama ini udah berat, Frey. Sekarang waktunya lo istirahat. Lagian emang udah nggak ada kerjaan lagi. Liat noh, depan panggung penuh sama panitia. Lo gabung aja.”
Freya tidak bisa menahan senyumnya. Stella lantas menarik lengannya mendekat ke panggung. Freya turut mengajak Adam. Namun lelaki itu menolak dan berkata akan bergabung nanti. Setelah melambai pada Adam, gadis itu berlari menyusul Stella yang sudah berbaur dengan penonton lain.
Adam tersenyum tipis. Sebenarnya masih ada beberapa hal yang harus diurus malam ini. Namun biarlah gadis itu bersenang-senang sejenak. Lagi pula pekerjaan Freya masih bisa ia handle.
Lelaki itu mengambil HT yang terselip di saku belakang celananya. Mengontrol satu persatu anak buahnya, memastikan semuanya aman.
“Oh iya, kayaknya perlu ditambah keamanan lagi di pintu masuk. Takut ada apa-apa. Lima menit lagi close gate. Area expo cuman boleh dimasuki sama panitia. Kalo bisa panitia jangan ada yang keluar dulu. Oh, oke, kalo anak konsumsi mau keluar buat beli galon boleh. Iya, iya,” ujar Adam sambil berlalu.
Sebuah ponsel yang tengah digenggam seseorang menyala terang di kegelapan. Bibir kerut membisu itu menatap lamat layar yang menunjukkan garis-garis peta dengan sebuah titik merah yang berdenyut. Manik bulat kecoklatan itu mengerling ke samping. Menelisik satu persatu orang yang lewat dengan tatapan dingin. Gemerlap lampu dari luar menyinari wajah tampannya. Lelaki bernama Travis itu keluar setelah mengenakan masker hitam dan tudung jaketnya.
Langkahnya tegap. Menghiraukan orang-orang yang menatapnya curiga. Ia terus memandangi ponselnya. Gadis itu ada di sini. Sebenarnya ia sudah menduga ini akan terjadi. Namun tak menyangka Freya bisa berbuat sejauh ini hanya untuk menghadiri acara receh seperti ini.
Sesampainya di gerbang masuk, Travis dihadang oleh beberapa panitia. Katanya acara sudah selesai dan pengunjung tidak diperbolehkan untuk masuk lagi. Namun bukan Travis namanya kalau ia tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau. Buktinya dia berhasil menembus pintu masuk dan segera mencari gadis incarannya.
Kakinya menerjang rerumputan alun-alun. Dentum musik mengiringi langkahnya. Beberapa orang menatapnya curiga, namun ada juga yang malah terpana.
Itu dia. Gadis berambut panjang tergerai itu tengah menari bersama teman-temannya. Langkah Travis semakin tegap dan cepat. Ia mendorong orang-orang yang menghalangi dan lantas mencekal lengan kanan Freya. Gadis itu berbalik dengan raut terkejut.
“Pulang,” ujar Travis sambil menarik Freya keluar dari sana.
“Ah! Lepas! Travis!” Freya memberontak namun genggaman Travis terus mengerat. Ia menoleh ke belakang, meminta bantuan pada Stella. Temannya itu terlihat panik dengan ponsel yang menempel di telinganya.
“Travis lepas!” Freya menghempas tangan Travis membuat genggaman mereka terlepas. Napasnya memburu, menatap Travis penuh amarah. “Kamu apa-apaan sih?!”
Travis melepas tudung jaketnya lalu mendekat. “Hei, harusnya aku yang tanya, ngapain kamu kabur buat acara sampah kaya gini hah? Mau jadi pemberontak kamu?”
Freya menggertakkan giginya. “Jaga bicaramu, Vis. Ini bukan urusan kamu.”
“Aku nggak peduli. Sekarang kamu ikut aku.”
Travis kembali menarik Freya tanpa memperdulikan teriakan dan rintihan gadis itu. Langkahnya terhenti saat seorang lelaki menghadang langkahnya.
“Ada apa ya ini?” tanya lelaki bernama Adam itu.
Travis tak acuh. Dia kembali melangkah melewati Adam. Namun lengan Adam menahan tubuhnya. Travis langsung menatapnya tajam. “Nggak usah ikut campur.”
Adam menaikkan pandangan tepat di mata Travis. “Gue yang bertanggung jawab atas apapun yang menimpa Freya, jadi gue berhak ikut campur.”
Travis melepas genggaman pada lengan Freya. Gadis itu lantas meringis sambil menatap lengannya yang memerah. Adam sedikit mundur saat Travis balik badan menghadapnya. “Oh iya? Pantes aja lo selama ini ngikutin Freya, ya.”
Adam sedikit terbelalak namun ia berusaha mengontrol raut wajahnya. Freya menatap keduanya skeptis. Travis menyeringai dari balik maskernya.
“Perlu kamu ketahui Freya, dia selama ini ngikutin kamu ke manapun. Dia nggak sebaik yang kamu kira.”
Alis Freya bertaut. Ia menatap Adam yang memalingkan wajah lalu kembali menatap Travis. “Bukannya kamu juga kaya gitu?”
“Apa?”
“Kamu juga ngikutin aku ke manapun kan, Vis?”
Mendengar itu, Adam seketika kembali menatap mereka berdua. Diam-diam dia mengulum senyum. Nggak semudah itu lo nangkep gue.
“Aku ngelakuin itu semua buat lindungin kamu, Fre!”
“Lindungin apa? Apa yang perlu dilindungin dari aku?!”
Travis berdecak. Ia kembali meraih lengan Freya. “Apapun itu, kamu harus ikut aku sekarang.”
Freya kembali ditarik. Adam refleks menahan Freya. Namun ia malah mendapat bogem mentah dari Travis sampai ia tersungkur. Keributan itu sukses membuat orang-orang yang melihatnya memekik. Beberapa teman Adam lantas mendekat untuk membantu.
“Jangan sekali-kali lo berani sentuh Freya, Brengsek!”
“Lo main jangan pake kekerasan dong, Bro! Ini acara orang! Punya sopan santun nggak lo?!” gertak Bagas yang sedari tadi memang sudah menahan amarah.
“Nggak usah bacot lo anjing!”
Umpatan Travis turut menyulut emosi Bagas. Lelaki itu hendak memukul namun berhasil ditangkis oleh Travis. Akibatnya ia mendapat satu pukulan di perutnya. Ya, tidak ada yang boleh meremehkan Travis. lelaki itu tumbuh dengan tempaan keras kehidupan.
“Ada yang mau ikut campur lagi? Hah? Maju sini kalo lo mau halangin gue!”
Tak ada yang menjawab. Semuanya menciut. Selain takut, mereka pun tidak mau memperkeruh suasana.
Freya hanya bisa diam menahan tangis melihat dua teman yang berusaha menolong tersungkur menahan sakit. Ia memandang takut Travis yang kembali mencekal tangannya.
“Ikut aku sekarang kalo kamu nggak mau acara ini makin kacau,” ancam Travis dengan intonasi yang mengintimidasi. Freya akhirnya pasrah diseret Travis keluar dari area expo.
“Udah telat belom, sih? Lo kelamaan jemput guenya anjing!” umpat Justin sambil menilik jam di ponselnya.
“Gue bingung cari outfit yang pas buat couple sama Stella,” jawab Kevin santai sambil memarkirkan mobilnya. Justin lantas menggeplak kepala Kevin sebelum keluar dari mobil.
Mereka berdua menyusuri trotoar menuju pintu masuk. Dentum musik masih terdengar dari dalam sana. Berarti acara belum selesai.
“Coba lo chat Danny, Tin. Bilang kita udah sampe gitu,” pinta Kevin yang diangguki Justin. Mereka lantas berhenti. Saat Justin tengan fokus mengirim pesan untuk Danny, Kevin menatap sekitaran. Pandangannya berhenti pada sebuah keributan yang tak jauh dari mereka.
Kevin memicing. Ada tiga orang di sana. Dua di antaranya seperti tak asing. Itu bukannya Freya sama Noir? Ngapain mereka di situ? batin Kevin mencoba mengingat siapa wanita yang berdiri di hadapan Freya. Maniknya terbelalak. Wanita itu menampar Freya.
“Vin, kata Danny kita langsung ke pintu masuk aja,” ujar Justin sambil mengetikkan balasan. Merasa tidak mendapat jawaban, ia mendongak. “Heh! Liatin apa sih? Ayo!”
Kevin tampak gelagapan. Justin yang heran lantas mengikuti arah pandang Kevin. Keningnya berkerut tegang. “Freya?” gumam Justin.
Freya tampak menangis sambil memegangi pipinya. Gadis itu tak sengaja menangkap siluet seorang lelaki yang memandanginya dari seberang jalan. Mereka beradu tatap. Dalam isakannya, Freya menggumam, “Justin ….”
Kevin yang panik langsung menutup mata Justin. Temannya ini kan tidak boleh melihat Freya. Bisa-bisanya dia terlambat menyadari. “Tin! Gue kebelet boker! Ayo balik aja!” ujar Kevin seraya menyeret Justin kembali masuk ke mobilnya. Tentu saja masih dalam keadaan menutup mata Justin.
“Singkirin tangan lo, bangsat!” umpat Justin berusaha melepas tangan Kevin dari wajahnya. Dia heran, sejak kapan Kevin punya tenaga sebesar ini? Sebenarnya tenaga itu refleks muncul karena Kevin panik, sih.
Di lain sisi, Freya ditarik ibunya untuk masuk ke mobil. Mereka pergi meninggalkan Travis yang menghela napas lega sekaligus khawatir dengan Freya. Semoga saja gadis itu baik-baik saja.
Setelah memastikan Freya sudah tidak ada di sana, Kevin lantas menyingkirkan tangannya dari wajah Justin. Ia menghela napas lega. Untung saja temannya baik-baik saja. Ya, walaupun agak engep karena tiba-tiba dibekap.
“Bangsat! Apaan sih lo!” teriak Justin sambil memukul punggung Kevin. Ia kembali menatap ke seberang. Namun gadis yang dicarinya telah menghilang.