Let Her Go
Freya mengendarai mobilnya menembus jalan berkabut senja. Semburat oranye terlukis di langit, menyinari wajah cantiknya yang melongok ke luar jendela. Ia telah sampai di kafe tujuan. Seperti biasa, suasana kafe itu selalu ramai. Semoga saja di antara orang-orang itu, ada Justin yang bisa ia temui.
Setelah memarkir mobil sedan hitamnya, tungkai Freya yang berbalut sepatu boots sebatas mata kaki melangkah masuk. Rambutnya terikat rapi menjadi sebuah ikatan kuda yang tak terlalu tinggi. Ah, sepertinya ia lupa menggunakan jaket. Baju tanpa lengan yang dikenakan membuat tubuhnya terasa dingin.
Seperti biasa, setiap menjelang senja, kafe Sweet Night selalu menggelar pertunjukan musik. Cocok sekali untuk anak muda yang memang menyukai senja dan kopi. Ah, uncle Lim pandai berbisnis rupanya.
I know you love her but it’s over, mate It doesn’t matter, put the phone away It’s never easy to walk away Let her go~ It’ll be okay
Freya masuk lebih dalam. Menempati kursi yang bisa menjangkaunya ke panggung. Suara itu, suara yang tidak asing. Benar dugaannya, lelaki itu ada di sini. Mengenakan kaus warna coklat yang kontras dengan mic dalam genggamannya yang berwarna biru.
Mulanya, Freya mendengar nyanyian itu dengan senyum di bibirnya. Namun setelah ditelisik baik-baik nyanyian Justin, mengapa tiba-tiba timbul suatu perasaan sesak?
It’s gonna hurt for a bit of time So bottoms up, let’s forget tonight You’ll find another and you’ll be just fine Let her go~
Lagi-lagi, mengapa semua lagu yang dinyanyikan lelaki itu selalu berhubungan dengan apa yang terjadi antara dia dan Justin? Lelaki itu sudah memblokir seluruh akses kontaknya, seperti membiarkannya pergi. Let her go, seperti lirik itu. Apakah Justin benar-benar akan melepasnya kali ini?
Namun mengapa saat itu Justin datang? Bukankah berarti Justin masih punya rasa peduli padanya? Lelaki itu tidak benar-benar membuangnya, kan?
Karena sejujurnya, Freya ingin ia dan Justin memperbaiki semuanya. Mengulang semuanya dari awal, membuka lembaran baru. Namun ia tidak sampai berpikir apakah Justin juga bersedia untuk membuka lembaran baru dengannya.
Justin selesai bernyanyi. Freya memberi tepuk tangan ringan tanpa melepas pandang dari lelaki itu. Ini saatnya, ia akan menemui Justin dan mengucapkan terima kasih untuk bantuan Justin kala itu. Freya pun ingin menanyakan alasan Justin memblokir semua kontaknya. Ya, Freya berharap semuanya akan selesai sekarang.
Namun harapannya kandas. Justin tak menatapnya sama sekali. Walaupun Freya yakin, Justin pasti mengetahui kehadirannya. Namun lelaki itu hanya melenggang pergi setelah menyambar jaket hitamnya.
“Justin!” panggil Freya yang tak digubris Justin. Langkah lelaki itu semakin cepat keluar dari kafe. Freya refleks berlari menyusul sambil terus memanggil lelaki itu.
“Justin tunggu!” Justin makin tak acuh. Langkah Freya tersendat oleh beberapa pengunjung yang datang. Punggung lebar Justin makin jauh tenggelam di antara orang-orang. Tidak, Freya tidak boleh kehilangan Justin.
Freya berhasil menembus kerumunan. Ia lantas berlari keluar kafe. Namun apa yang ia lihat di sana membuatnya mematung.
Justin tengah berpelukan dengan perempuan lain.
Gadis itu refleks memegangi dadanya yang terasa sesak. Pelukan itu, pelukan erat yang lama Freya rindukan kini tengah diberikan kepada perempuan lain. Telapak Freya yang gemetar lantas menutupi mulutnya yang terperangah.
Perempuan dalam pelukan Justin melirik ke arahnya. Rasa nyeri itu semakin dalam. Sebuah bulir air mata mengantarkan langkahnya pergi dari sana.
Di sisi lain, Justin memejamkan matanya rapat. Pelukannya mengerat sebagai perwujudan rasa gugupnya kepada seorang gadis yang mungkin tengah menatapnya di belakang sana. Tolong, jangan mendekat. Justin terus merapalkan kalimat itu.
“Ceweknya udah pergi, Tin. Anu … bisa lepas pelukannya? Gue sesek banget,” ujar sang gadis dalam pelukan tiba-tiba. Kedua kelopak mata Justin terbuka perlahan. Ia lantas melepas pelukan.
“Ah, maaf, gue refleks tadi. Sorry, kalo bikin lo kaget,” ucap Justin sambil merapikan pakaiannya.
“Nggak masalah, seneng bisa bantu lo,” balas gadis itu dengan sedikit gugup. Ia lantas menatap Freya yang sudah melenggang pergi bersama mobilnya. Jadi itu yang namanya Freya?
“Thanks, Anggie,” ujar Justin sambil menatap gadis di depannya lalu menengok ke arah mobil hitam yang melaju ke jalanan. Maaf.
“Okay.”