Malam Penuh Kejutan
Sweet Escape terlebih dahulu sampai di arena. Lawan mereka, Black Rose, memang terbiasa datang belakangan. Yang tertinggi memang selalu ditunggu, bukan menunggu. Mungkin seperti itu hukum alamnya.
Suasana Sentul cukup ramai. Sebagian datang memang sengaja untuk menonton dan sebagian lagi memenuhi bar yang terletak tak jauh dari sirkuit. Justin dan teman-temannya tahu jika mereka pasti datang untuk Black Rose. Mendadak Justin merasakan tekanan yang cukup besar. Harga dirinya benar-benar dipertaruhkan di sini.
Justin memasuki sebuah area yang dikhususkan untuk mengecek motor, dari mulai mesin sampai bagian lainnya. Ini penting untuk keselamatan pembalap dan memudahkan mereka untuk memenangkan arena.
Lelaki dengan rambut yang disigar tengah itu berjongkok ikut memperhatikan mekanik yang mengontrol motornya. Tidak ada yang bermasalah, sebut si mekanik. Justin menepuk punggung si mekanik lalu berdiri. Kepalanya melongok saat orang-orang di luar sana mendadak heboh. Ini dia, lawannya sudah datang.
“Udah selesai?” tanya Kevin yang baru saja masuk ke arena bengkel. Justin mengangguk. “Noir udah dateng. Buru keluar.” Justin merogoh sakunya untuk mengambil kunci motor. Ia menyambar helm dan langsung menaiki motornya menghampiri sang lawan.
“Oh jadi lo yang berani nantangin gue? Gede juga nyali lo, bro,” sambut Noir saat melihat kedatangan Justin dan gengnya. Hal tersebut memicu tawaan dari teman-temannya.
“Emang perlu nyali segede apa buat nantangin lo?” balas Justin yang langsung mendapat sikutan dari teman-temannya.
Noir meringis seraya menjulurkan lidahnya sedikit. “Gue apresiasi keberanian lo. Dan gue punya penawaran. Gimana kalo lo pemanasan dulu sebelum lawan gue? Ya, gue cuman mau tau seberapa jauh kemampuan lo, sih. Layak apa nggak buat tanding sama gue.” Anak geng Noir bersorak heboh.
“Pemanasan apa maksud lo?”
Noir menengok ke belakang dan melambaikan tangannya. Seseorang datang mendekat. Ia menggunakan pakaian serba hitam dengan rambut yang tergerai bebas. Wajahnya terhalang masker dan topi yang bertengger di kepalanya. Gadis itu melangkah anggun membuat Justin sesaat terpana dengan pesonanya.
“Lo lawan dia dulu. Kalo lo menang, lo boleh berhadapan sama gue. Kalo nggak, ya, harga diri lo amblas!” ejek Noir yang mendapat tawaan menggelegar dari penonton.
“Gue lawan cewek? Yang bener aja lo!” jawab Justin terkekeh remeh.
“Nggak usah bawa-bawa gender. Di sini kita bermain dengan skill. Jangan menganggap remeh seseorang hanya karena mereka perempuan.”
Jawaban Noir membuat Justin memgembus sinis. “Gue bukan nganggap remeh dia. Gue cuman takut dia nangis aja pas dia kalah. Gue paling nggak bisa liat cewek nangis soalnya.”
Si perempuan yang dari tadi diam maju selangkah menghadap Justin. “Know your limit, man. Gue bakal bikin lo berlutut di depan gue di garis finish nanti.”
Sebuah gertakan cantik yang sukses membungkam mulut Justin dan menciptakan gelenyar aneh dalam tubuhnya.
Justin dan gadis bernama samaran Vanessa itu telah menempati garis start. Justin tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik Vanessa. Tatapan lentik penuh ambisi gadis itu tertuju ke depan. Dari auranya, Justin tahu kalau ia tidak boleh meremehkan kemampuan gadis ini.
Bendera start dikibarkan. Justin dan Vanessa serentak menarik pedal gasnya. Gadis itu berhasil memimpin, tapi langsung dikikis jauh oleh Justin. Jantung lelaki itu berdegup kencang. Tidak menyangka rasanya bisa setegang ini hanya karena beradu dengan seorang perempuan.
Vanessa berhasil menyusul. Justin tak berani mengurangi kecepatannya sedikitpun. Pedal gasnya sudah ditarik habis. Ia melirik Vanessa saat gadis itu berhasil menyejajarkan motornya dengannya. Pandangan gadis itu masih terfokus ke depan. Namun tiba-tiba ia menengok ke Justin dan mengedipkan mata kanannya.
Justin terbelalak. Ia mendadak kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. Kesempatan itu dimanfaatkan Vanessa untuk menambah kecepatan. Pertandingan pun akhirnya dimenangkan oleh Vanessa.
“Goblok lu anjir! Bisa-bisanya lu kalah dari cewek? Mau ditaro mana muka kita bangsat!” maki Jayden.
“Tu cewek gila anjir! Dia main curang!” bela Justin.
“Curang apa?!” Justin tak bisa menjawab. Ya, masa dia bilang Vanessa curang karena mengedipkan matanya yang sukses membuatnya salting?
“Udahlah anjir. Terima aja lah. Anak geng sana emang hebat semua. Nggak heran kalo kita kalah,” lerai Kevin.
“Tapi dia cewek Vin! Cewek! Ya kali geng kita kalah sama cewek?!”
“Udah gue bilang, jangan bawa-bawa gender di sini. Sekarang udah terbukti kan?” timpal Noir tiba-tiba menghampiri Sweet Escape. Justin dan teman-temannya tak ada yang menjawab. Hal itu membuat Noir tersenyum sinis. “Vanessa! Sini!” panggil Noir.
Justin melihat gadis yang baru saja merampas harga dirinya itu kembali berjalan menghampirinya. Mereka bertatapan cukup lama. Justin masih tidak menyangka kalau ia sudah terkalahkan oleh makhluk indah milik Tuhan itu.
“Sesuai kesepakatan tadi, sekarang lo berlutut di hadapan Vanessa. Cepet!” pinta Noir membuat Justin naik darah. Namun ia menahannya karena memang itu konsekuensi yang harus ia tanggung.
Justin lalu menekuk kedua kakinya. Membiarkan kedua lututnya bertubrukan dengan aspal. Penonton bersorak-sorai. Justin mengangkat kepalanya pelan. Menatap si gadis pemenang dan sontak terkesiap saat gadis itu ternyata tengah menatapnya juga.