Obrolan Sengit
“Gue pikir, lo perlu jauhin Freya.”
Travis menaikkan pandangan. Bising lalu lalang kendaraan mengisi keheningan. Dua cangkir kopi penuh uap menemani obrolan dingin dua lelaki di pojok ruangan. Travis menghempaskan punggungnya ke sandaran.
“Lo pikir gue bakal nurutin mau lo?”
Justin membuang pandang. Sudah pasti akan sulit bernegoisasi dengan lelaki keras kepala seperti Travis. Namun bukankah ini lebih baik daripada terus berkelahi? Jujur, Justin sudah muak dengan segala bentuk kekerasan.
Selepas pertemuannya dengan Travis di day care tadi, ia mengajak Travis untuk bertemu di kafe terdekat. Walaupun sempat ditentang oleh teman-temannya, Justin tetap kekeh untuk bertemu dengan Travis. Ada hal yang menganggu pikirannya dari semalam. Justin pikir, ia perlu membagikannya dengan Travis.
“Lo kenal David?” tanya Justin membuat Travis terkesiap. Cowok itu tak menjawab. Justin meletakkan lengannya di meja. “David Pramudya, anak Dark Shadow, masih inget kan?”
Travis memasang raut masam. “Buat apa lo tanya tentang dia?”
“Pastinya lo masih inget apa yang udah lo lakuin ke adiknya.”
Travis memandang sengit. Ia lantas menyambar kunci mobilnya dan hendak beranjak dari sana. “Obrolan lo nggak penting.”
“Dia bakal bales dendam dan Freya yang akan jadi korbannya.”
Langkah Travis tertahan. Ia memandang Justin penuh tanya. “Maksud lo?”
“Duduk,” pinta Justin. Lelaki yang disuruh mendecak namun menuruti perintahnya. “Gue tau selama ini lo tertutup karena nggak mau orang-orang terdekat lo jadi korban buat apa yang udah lo lakuin. Tapi gue heran, sekarang lo terang-terangan punya hubungan sama Freya. Lo mau numbalin Freya?”
“Lo nggak usah sok ngerti tentang gue. Lo siapa hah? Nggak usah sok akrab. Nggak terima lo gue deket sama Freya?”
Justin merotasikan bola matanya. “Gue nggak peduli lo mau deket atau pacaran sama Freya, gue nggak urus. Tapi kalo hubungan lo bisa bahayain Freya, gue nggak bisa diem aja.”
Justin melirik teman-temannya yang duduk di seberang. Mereka mungkin terkejut karena Justin masih saja memikirkan Freya. Namun ia telah berjanji, ini adalah kali terakhirnya mencampuri urusan Freya. “Berhenti gangguin Freya. Setidaknya sampai David bales dendam. Setelah itu, terserah lo mau punya hubungan apapun sama Freya.”
“Bukan urusan lo,” ujar Travis tajam. “Seharusnya lo yang berhenti ikut campur urusan Freya. Hidup Freya udah hancur karena lo. Jadi seharusnya lo tau diri dengan nggak gangguin Freya lagi.”
Jantung Justin mengentak keras. Danny yang sedari tadi menyimak obrolan mereka berdua lantas berdiri menghampiri Travis dan menarik baju lelaki itu. “Jaga bicara lo, bangsat!”
Kevin menghampiri Justin yang masih terpaku. Bahu lebar lelaki itu dirangkul. “Udah, lah, Tin, kita balik aja. Nggak ada gunanya ngomong sama dia.”
Travis menepis tangan Danny. Ia menatap Justin yang terdiam. Tawanya menyembur. Ia tak salah lihat? Kedua bola mata lelaki itu bahkan memerah sekarang. “Kenapa? Yang gue bilang bener, kan? Lo yang hancurin hidup Freya, pembunuh.”
“Bangsat!” teriak Danny diiringi dengan pukulan pada wajah Travis. Suasana kafe mendadak riuh oleh pekikan pengunjung lain. Travis hampir tersungkur. Sambil memegangi pipinya, ia mendekat ke Danny dan membalas pukulannya. Suasana makin ricuh. Satpam kafe datang untuk melerai.
Travis ditarik keluar. Namun sebelum itu, ia memukul meja tepat di hadapan Justin membuat Justin terkejut. “Denger ya, lo nggak bilang pun gue udah tau semuanya. Lo pikir gue selama ini diem aja? Gue punya cara buat lindungin Freya, jadi lo nggak perlu ikut campur urusan gue!” gertak Travis sebelum keluar dari kafe.
Justin mengembuskan napas yang sedari tadi ia tahan. Ya, setidaknya dia tahu Travis telah melakukan sesuatu untuk melindungi Freya.