Prolog
Hai, gue Kevin Aditya. Panggil aja Kevin atau kalo ribet panggil sayang juga boleh HAHAHA. Beberapa dari kalian mungkin udah nggak asing lagi sama gue, terutama yang udah kenalan sama sohib gue, Justin Mahendra. Kalo di cerita dia gue cuman muncul buat mencairkan suasana aja, di sini kehidupan gue bakal dikupas tuntas! Duh, kok gue takut ya. Takut diapa-apain sama haruquinza :')
Gue bukan cowok baik. Mana ada cowok baik yang tiap malemnya nongkrong di arena sambil nyebat, pernah nyicip berbagai minuman haram walau cuman setetes, dan bolak-balik ruang BK gara-gara pake knalpot berisik. Nggak ada yang bisa dibanggain dari diri gue, kecuali kegantengan. Itu juga warisan dari bokap. Dahlah.
Gue emang nggak punya apa-apa, tapi gue punya satu hal. Cinta buat cewek yang nggak sengaja keserempet motor gue beberapa hari yang lalu. Cewek yang sampai saat ini gue nggak tahu namanya. Cewek yang mau gue tolongin malah kabur. Nggak tau dia siapa, tapi jantung gue selalu berdetak kencang setiap ingat tatapan matanya.
Malam itu, gue dikejar sama geng musuh yang nggak sengaja gue temuin di jalanan. Salah satu dari mereka berhasil gue kalahkan tempo hari. Mungkin mereka masih nggak terima sama kekalahannya. Ini memang udah jadi resiko buat si pemenang. Apalagi kalo kemenangannya membawa kerugian untuk yang kalah.
Bakal berbahaya kalau situasi kejar mengejar ini terjadi di jalan raya yang padat kendaraan. Gue lalu membawa mereka ke jalanan sepi yang didominasi ruko tertutup. Awalnya gue mau melawan. Namun ngeliat pasukan mereka yang cukup banyak sedangkan gue sendiri, niat itu gue batalkan. Kabur, gue harus kabur dari mereka!
Gue pikir karena nggak ada orang makanya gue bawa motor ngebut abis-abisan. Saat gue berbelok ke kanan, ada cewek yang tiba-tiba muncul. Sontak gue banting arah tapi telat karena cewek itu udah keburu kesenggol. Dia jatuh, gue ikut jatuh. Shit! Ngapain sih itu cewek tiba-tiba muncul?!
Cewek itu meringis kesakitan. Gue langsung beranjak bantuin dia. “Sorry, sorry, gue nggak tau lo bakal muncul,” ujar gue sambil bantu dia berdiri.
Dia nggak jawab apa-apa. Cuman ngeliatin siku sama lututnya yang berdarah. Gue tambah panik dan makin panik lagi denger gerombolan motor yang tadi ngejar gue semakin dekat. Tanpa pikir panjang, gue langsung narik cewek itu kabur.
Motor gue ditinggal dan bakal jadi bukti terkuat keberadaan gue di sini. Gue harus cari tempat sembunyi yang jauh dari sana. Bisa aja ngadepin mereka. Tapi masalahnya gue bawa cewek. Nanti kalo dia kenapa-kenapa tambah masalah lagi hidup gue.
Gue juga nggak tau kenapa harus narik ini cewek. Padahal bisa aja gue tinggal di sana. Gatau dah, mukanya minta dikasihani emang. Tapi cantik sih.
Ada sebuah ruko yang masih sedikit terbuka. Gue menuntun cewek itu buat masuk ke sana. Setelahnya, gue ikut masuk dan pintunya ditutup rapat. Napas kami berdua memburu. Tangan cewek itu masih dalam genggaman. Gue menatapnya yang sibuk mengatur napas.
Terdengar derap langkah dari luar. Cewek itu sontak beringsut ketakutan. Gue bekap mulutnya lalu membawanya berjongkok. Tolong, jangan sekarang. Setidaknya ijinkan gue buat bawa cewek ini pulang dulu.
Gue rasa mereka sudah menjauh. Cewek itu terpejam sambil memegangi tangan gue yang membekap mulutnya. Dia jelas ketakutan. Tangannya bergetar dengan air muka yang memerah.
“Hei, kita udah aman. Jangan takut,” lirih gue.
Kelopak matanya perlahan membuka dan langsung bertubruk pandang dengan gue. Ada yang menyengat, tapi bukan lebah ataupun listrik. Yang jelas mata lentik itu membuat jantung gue hampir meledak.
Tubuh gue ditarik mundur, menjauh dari dia. Berusaha menetralkan degup yang ingin melompat. Dia jatuh terduduk lantas meringis sambil mengintip luka di sikunya. Ah, gue hampir lupa sama luka itu.
“Lo kenapa narik gue ke sini? Gue mau pulang!” protes dia namun suaranya sangat lirih. Mungkin takut yang di luar akan mendengar.
“Sorry, sorry, tadi niatnya gue mau ngobatin luka lo. Tapi gue lagi dikejar. Jadinya gue bawa lo dulu. Sorry banget.”
Dia hanya berdecak sembari merapikan rambutnya yang berantakan. Gila, ini cewek cakep banget sumpah!
“Lo tunggu di sini ya?”
“Mau ke mana?” sahut dia panik.
“Beli obat buat luka lo. Bentar doang, serius.”
“Lo pasti mau ninggalin gue kan?”
“Enggak! Gue bakal balik lagi beneran. Sebentar doang. Mereka kayaknya masih di sini. Jadi mending lo jangan ke mana-mana. Di sini dulu, oke?”
Dia tidak menjawab. Gue lantas beranjak namun ada yang menarik jaket gue.
“Jangan lama-lama. Gue takut,” ujar gadis itu membuat tubuh gue merinding seketika.
“Iya, gue pasti balik secepat mungkin.”
Setelah mengatakan itu, gue langsung keluar dari sana dan berlari secepat mungkin. Yang ada di pikiran gue cuman dapet obat secepat mungkin dan balik menemui cewek itu. Bahkan gue nggak peduli sama motor yang kayaknya dibawa pergi sama geng itu.
Namun kejadian tak terduga telah terjadi. Saat gue kembali, cewek itu udah nggak ada di sana. Gue cari kemanapun, tetep nggak ketemu. Dia pergi, meninggalkan gue dengan sekotak obat dalam genggaman.
Sampai sekarang, gue nggak pernah ketemu sama dia. Gue hanya berharap dia nggak diculik sama geng yang ngejar gue. Gue berharap dia pulang dengan selamat. Dan gue berharap dia mengobati luka di siku dan lututnya dengan baik, seperti apa yang mau gue lakukan.
Nggak butuh lama buat menyadari debaran aneh yang muncul setiap mengingatnya. Nggak tau kenapa dengan mudahnya gue menaruh perasaan pada sosok cewek yang bahkan gue nggak tau namanya. Sialan itu cewek. Beraninya habis bikin baper langsung kabur. Tunggu aja, gue bakal cari lo ke manapun sampai ketemu.
©haruquinza