Seluruh Nafas Ini
Seluruh nafas ini sebenernya udah lama digarap sama Niskala, lebih tepatnya sama Devon yang dengan sepenuh jiwa mau nulis liriknya. Lagu itu dia tulis pas lagi ada masalah sama crush-nya yang ngambek gara-gara dia salah pesen seblak yang harusnya nggak pedes tapi malah dikasih level 5.
Sebenernya itu faktor kelalaian manusia sih. Ketuker sama punya Devon. Alhasil, ceweknya mencret tiga hari dan Devon galau setengah mati. Ya gimana enggak? Gara-gara seblak level lima, masa pedekate mereka diambang kehancuran. Tapi gue agak seneng sih. Galaunya Devon bikin dia jadi produktif. Lirik lagu yang udah molor hampir sebulan itu bisa jadi dalam waktu semalam.
The power of sadboy.
Gue nggak tau kenapa jadi ngomongin masalah Devon sama ceweknya tapi menurut gue ini penting buat kalian ketahui karena dari kegalauan itulah, lagu “Seluruh Nafas Ini” tercipta.
Lagu ini bener-bener bakal debut di acara pensi hari ini. Belum ada yang pernah denger kecuali anak-anak Niskala dan senior yang emang membantu kami dalam proses pembuatan lagu tersebut. Perlu kalian tau, lagu ini juga bakal dirilis di platform online sekitar satu mingguan lagi. Ah, nggak nyangka Niskala bisa mencapai fase memproduksi lagu sendiri. Padahal dulu ini band cuman hasil gabut doang.
Jujur aja, gue masih nggak yakin bakal bawain lagu itu. Gue takut lagunya aneh, gue takut mereka nggak suka dan gue takut mereka bakal ninggalin Niskala setelah denger lagu itu. Niskala nggak pernah bawain lagu se-galau ini. Apalagi gue yang anti galau-galau club. Tapi gimana lagi, si Zayyan emang nyusahin.
Ah, gue kayaknya mau kasih tau satu hal paling rahasia dalam hidup gue ke kalian. Eksklusif, cuman kalian aja yang tahu dan gue memohon dengan sangat jangan sebar ke mana-mana, terutama ke Zayyan.
Sampai kapanpun, gue nggak akan pernah benci sama Zayyan. Semua sikap ketus gue ke dia adalah bentuk pelampiasan gue ke orang tua yang nggak bisa memilah kemampuan anaknya yang tentu saja nggak bisa disamakan. Gue kesel aja sama Zayyan. Kami punya kemampuan masing-masing, tapi kenapa cuman punya Zayyan yang mendapat pengakuan? Kenapa gue harus bisa sepintar dia tapi dia nggak harus sepintar gue? Apa itu adil?
Tapi gimanapun, Zayyan saudara gue. Kita udah bareng dari jaman embrio. Mau sebesar apapun rasa iri dengki gue ke Zayyan, tetep aja ada rasa simpati yang akan terus mengikat sampai mati. Mungkin itu yang dinamakan hubungan batin.
Gue nggak pernah ijinin Zayyan dateng ke studio karena di sana banyak asap rokok yang pastinya nggak baik buat kesehatannya. Gue pun tahu Zayyan nggak suka asap rokok. Namun rasa iri gue ke Zayyan kadang bikin gue melupakan fakta itu. Gue tetap merokok di depan dia. Bahkan saat dia batuk yang keliatannya makin parah setelah gue merokok di depan dia. Jahat banget ya gue.
Ada satu hal lagi yang nunjukkin kalo gue bener-bener peduli sama Zayyan. Pas Zayyan sakit, gue bela-belain nganter dia balik padahal saat itu otak gue masih ngebul abis ngerjain MTK. Jujur, gue khawatir banget. Dia nggak pernah ijin karena sakit. Zayyan itu ambisius banget. Absen adalah hal haram buat Zayyan. Namun hari itu, ini bocah sampe mau balik sendiri. Gimana gue nggak khawatir?
Masih belum yakin kalo gue peduli sama Zayyan? Terakhir nih ya. Gue rela muterin satu kota (hiperbola) cuman buat nyari klinik yang didatengin Zayyan. Lo semua tau? Gue ngebut kaya orang kesetanan. Takut Zayyan ilang atau kemungkinan terburuknya dia pingsan dan dibawa orang buat dijadiin gelandangan. Sumpah ini random banget, tapi gue bener-bener kepikiran itu.
Bohong? Ya udah lah, terserah lo pada mau percaya apa kagak. Gue mungkin terlalu mendalami peran pura-pura benci ke Zayyan. Tapi gue nggak bisa menjamin kata pura-pura itu akan selamanya jadi pura-pura atau malah suatu saat, gue beneran benci sama Zayyan.
Gue kok jadi cerita ke mana-mana dah. Udah ya, itu rahasia gue. Jangan cerita ke siapapun. Apalagi ke Zayyan. Nanti itu anak bakal kepedean dan ngeledekin gue. Males banget nanggepin celotehannya.
Oke, kita beralih ke topik selanjutnya.
Sekarang Niskala lagi siap-siap buat penampilan penutup. Bintang tamu yang kata Zayyan lagi dinego buat tetep dateng ternyata nggak bisa menyanggupi permintaan anak OSIS. Goblok sih gue bilang, kenapa kagak dibayar dulu band-nya anjir! Kan mereka jadi semena-mena sama lo. Gue mau ngomong gitu ke Zayyan. Tapi liat gimana sibuknya dia sekarang, kayaknya nggak perlu. Nanti nambah pikiran lagi.
Untung aja mereka punya Niskala. Rasa-rasanya mereka lebih tertarik sama Niskala daripada band lokal itu deh hahaa. Soalnya nggak ada teriakan protes pas Niskala naik panggung. Yang ada mereka teriak histeris dan yeah, gue suka sensasi itu.
Dari atas panggung gue liat Zayyan mondar-mandir dengan tergesa. Sibuk banget itu anak dari tadi. Nggak bisa diajak ngobrol sedetikpun. Padahal gue yakin dia belum sembuh betul. Mukanya juga udah pucet. Awas aja kalo abis ini dia makin sakit. Nggak sudi gue bawa dia ke dokter lagi.
Beberapa kali dia melewati panggung dan melirik gue. Mulutnya bergumam ngasih penyemangat. Alis gue naik sebagai balasan semangat buat dia. Nggak tau dia nangkep maksudnya apa kagak. Yang penting gue udah ada niatan kasih semangat.
Semuanya sudah siap. Allisya, cewek kesayangan gue, berdiri di sebelah dengan mic yang tergenggam. Evan memetik gitarnya. Gue menggenggam erat stand mic dan memejam untuk meresapi lagu.
Lihatlah luka ini, yang sakitnya abadi. Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu. Aku tak akan lupa, tak akan pernah bisa. *Entah apa yang harus memisahkan kita.
Di saatku tertatih, tanpa kau di sini. Kau tetap kunanti demi keyakinan ini.
Gue membuka mata pelan dan menghadap Allisya.
Jika memang dirimu lah tulang rusukku. Kau akan kembali pada tubuh ini. Ku akan tua dan mati dalam pelukmu. Untukmu, seluruh nafas ini.
Allisya tersenyum manis lalu mendekatkan mic-nya ke mulut. Gue melirik sejenak ke area penonton. Ada Zayyan di pinggir sedang menonton. Dia nepatin janjinya ternyata.
Gue kembali menatap Allisya. Mendengarkan suara lembutnya yang dulu bikin gue jatuh cinta. Nggak dulu aja, sekarang dan seterusnya pun masih sama. Gue nggak pernah bisa berhenti untuk mengagumi pesona Allisya, apapun itu.
Baru satu baris lirik yang dinyanyikan Allisya, tiba-tiba terdengar teriakan begitu keras dari arah penonton. Kami serentak berhenti dan menoleh. Sepasang mata gue menatap sudut kerumunan yang tampak panik. Tempat itu, bukannya Zayyan tadi berdiri di sana? Di mana dia?
Degup jantung gue terdengar keras di telinga. Tanpa pikir panjang, gue langsung membuang mic dalam genggaman dan berlari turun dari panggung. Kerumunan itu gue belah paksa. Gue tercekat saat menyadari seseorang terkapar di sana dengan hidung yang berlumuran darah. Sial, gue nggak sudi bawa lo ke dokter lagi, Zayyan!