Stella dan Aturan Hidupnya

“Kevin! Nanti di halte depan berhenti bentar!”

“Hah?! Apa, La?! Nggak kedengeran!”

Stella mendecak kesal. Ia tahu hal ini akan terjadi. Kini, keduanya tengah dalam perjalanan pulang. Stella yang tengah membonceng Kevin mendapat pesan dari Bella kalau sang ibu sudah di rumah. Itu artinya ia harus segera menghapus make up yang menghiasi wajahnya serta merapikan rambutnya.

Bisingnya lalu lalang kendaraan membuat suara Stella terendam. Apalagi ia mengenakan helm full-face milik Kevin. Sedangkan Kevin sendiri menggunakan helm milik Justin. Nggak modal banget emang. Ngajak pulang bareng tapi cuman bawa helm satu. Mau nggak mau, Justin yang jadi korban.

“Halte depan berhenti!” ulang Stella lebih keras.

“Bensin?! Masih banyak kok sante!”

Stella membuka kaca helmnya. “Berhenti bentarrr!!!”

“Pasar?! Ngapain ke pasar?!”

Stella sontak menggeplak helm Kevin. Yang digeplak lantas mengaduh. Ia mengetuk kaca helm Kevin bermaksud memberitahu agar Kevin membukanya.

“Apa?!”

“Dengerin! Ber!”

“Ber!”

“Hen!”

“Hen!”

“Ti!”

“Ti! Oh berhenti?! Kenapa?!”

Stella menjawab dengan menunjuk halte yang kurang lebih berjarak 100 meter dari mereka. Kevin lalu menepikan motornya ke kiri dan berhenti tepat di depan halte.

“Kenapa berhenti, La? Gue bawa motornya bikin nggak nyaman ya?” tanya Kevin saat Stella bergegas turun dari motornya dan duduk di kursi halte.

“Gue mau hapus make up dulu,” jawab Stella yang sibuk merogoh isi tasnya untuk mengeluarkan micellar water dan kapas yang selalu dibawanya.

Alis Kevin terangkat bingung. Ia lalu duduk di sebelah Stella. “Kenapa harus dihapus?”

“Ada nyokap di rumah.” Stella menuangkan cairan pembersih itu ke kapas lalu menghadapkan wajahnya ke cermin kecil yang dibawanya. “Kalo ada orang, bilang ya,” peringatnya pada Kevin lantas mulai mengusap wajanya dengan kapas tersebut.

Kevin tengok kanan-kiri memastikan tidak ada orang yang melihat lalu kembali menatap Stella. “Nyokap lo nggak ijinin lo pake make up?”

Stella meringis sambil menggeleng. Hal itu memicu senyuman di bibir Kevin.

“Anak nakal,” lirih Kevin seraya mengambil alih cermin yang dipegang Stella agar gadis itu tidak kesulitan.

Jantung Stella berdentum keras. Bukan karena ucapan Kevin, melainkan sikap lelaki itu yang begitu perhatian membantunya memegang cermin. Mata bulatnya melirik Kevin yang tengah menggulirkan pandangan ke arahnya juga.

“Gue bantuin pegang ya biar lo nggak kesusahan,” ujar lelaki itu disertai senyuman kecil. Stella mengulum bibir untuk menyembunyikan senyumnya.

“Makasih,” ujar Stella lirih. Ia berusaha kembali fokus ke wajahnya. Walaupun harus menahan semburat di pipi sebab Kevin tak melewatkan satu pun gerakan tangannya.

“Nanti lo anterin guenya sampe gang aja ya.”

“Sampe gang? Nggak mau ah. Nanti gue diledekin.”

“Diledekin gimana?”

“Ganteng doang, anter cewe sampe depan gang,” ujar Kevin dengan logat bicaranya yang membuat Stella tergelak.

“Nggak lah, kan gue doang yang tau.”

“Kenapa nggak langsung sampe rumah aja?”

Stella berpikir sejenak. “Nanti ya, kalo nyokap lagi nggak di rumah.”

“Oh, yang ini juga nggak boleh?”

Stella tersenyum miris. “Banyak aturan ya nyokap gue?”

“Gapapa, pasti nyokap lo kaya gitu buat kebaikan lo juga.”

Mereka berdua saling melempar senyum. Sisa satu usapan lagi, wajah Stella telah bebas dari make up. “Yeay! This is the real me!”

Stella dengan bangga menunjukkan bare face nya pada Kevin membuat tawa lelaki itu menyembur.

“Beda banget, kan?” tanya Stella melihat reaksi Kevin yang tampak kaget.

“Engga kok, lebih cantik,” jawab Kevin membuat Stella merotasikan bola matanya.

“Gue pake make up tuh buat tambah cantik. Masa pas gue nggak pake make up lebih cantik sih?”

Kevin terkekeh. “Ya lo mah mau digimanain bakal cantik, La.” Kevin mendapat tatapan membara dari Stella. Ia lantas mengoreksi kalimatnya. “Kan cewek, pasti cantik. Masa ganteng?”

Stella menepuk bahu Kevin sembari membereskan barang bawaannya. “Udah yuk pulang!”

“Beneran sampe gang doang nih?”

Stella mengangguk mantap. Kevin menghela napas lalu berjalan ke motornya, diikuti Stella yang tertawa geli melihat kekecewaan yang tergurat di wajah Kevin.