Di Bawah Langit Malam Jakarta
Naresh tampak terburu-buru bersiap pergi ke agensi. Ada beberapa hal yang harus ia siapkan sebelum acara penghargaan besok. Sewaktu dia hendak membuka pintu, tiba-tiba ada seseorang yang membukanya dari luar.
“Mau ke mana, Res?” Mochtar berdiri menjulang di hadapan Naresh. Pria tersebut baru saja pulang dari kantor. Pakaiannya tampak kusut dengan raut wajah yang lelah.
“Mau ke kantor dulu, Pa. Ada latihan buat besok.”
“Malam-malam begini?”
Naresh mengangguk. “Gapapa, aku udah biasa kerja malem-malem kok.”
“Bawa mobil sendiri apa pake supir?”
“Sendiri, Pa. Supirku kerja sampe sore aja.”
“Itu ada sopir Papa. Mau pake sopir Papa? Kayaknya belum jauh dia,” tawar Mochtar sambil merogoh sakunya bermaksud menelepon si supir yang baru saja pulang.
“Nggak usah, nggak usah. Aku nyupir sendiri aja. Aman kok. Aku nggak ngantuk sama sekali,” tolak Naresh tampak panik.
Mochtar kembali memasukkan ponselnya. “Yaudah sana hati-hati bawa mobilnya.”
Naresh mengangguk. Ia mengulurkan tangan, bermaksud meminta salam. Mochtar tampak gelagapan mengulurkan tangannya. Naresh mencium tangan sang ayah dengan air mata yang mulai menggenang. Ah, kapan ya terakhir kalinya dia mencium tangan sang papa seperti ini?
“Aku berangkat dulu ya, Pa.” Bahkan untuk berpamitan saja terasa sangat asing untuk Naresh.
“Ya, hati-hati.”
Naresh berlari kecil menghampiri mobilnya yang sudah terparkir di halaman depan rumah. Ia masuk dan mengela napas kasar. Jantungnya berdebar begitu kencang. Semua ini terasa sangat asing dan baru. Namun Naresh bersyukur masih bisa diberi kesempatan untuk merasakan berbagai gejolak perasaan ini.
Dari kaca spion, Naresh melihat Mochtar masih berdiri di sana. Seperti menunggu mobilnya pergi baru dia akan masuk ke rumah. Naresh tersenyum lantas mengela napas lega. Kehidupannya yang baru benar-benar telah dimulai. Semoga bisa jauh lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.
“Pemenang penyanyi wanita terbaik tahun ini adalah ....,” jeda si pembawa acara membuat suasana seketika tegang. “Kamila Seraphine!”
Riuh sorak-sorai penonton bergemuruh seketika. Kamila berdiri sambil membungkuk ke orang di sekitarnya yang memberikan ucapan selamat. Beberapa dari mereka memeluknya membuat suasana jadi semakin haru. Kamila melirik ke kursi penonton, di mana keluarganya berkumpul. Mereka tampak melambaikan tangan sambil bertepuk tangan heboh. Regan, sang suami, bahkan sampai meneriakkan pujian untuknya.
“KAMU HEBAT, SAYANG!” teriak Regan yang makin membuat penonton bersorak. Kamila berjalan menuju atas panggung dengan tertawa malu. Matanya berbinar dengan pipi yang merona. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Setelah sekian lama berkarya, akhirnya ia bisa memenangkan penghargaan ini.
Lampu panggung menyinari wajahnya yang penuh kebahagiaan. Setelah menerima pialanya, ia mendekati mikrofon dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.
“Selamat malam semuanya.” Kamila membuka sambutannya dengan suara penuh haru. “Pertama, aku mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan aku kesempatan untuk bisa memenangkan penghargaan pada malam ini. Penghargaan ini seperti sebuah mimpi yang menjadi nyata. Dan aku berdiri di sini bukan hanya karena kerja keras dari aku sendiri, tetapi juga karena dukungan dari orang-orang tercinta. Mereka yang selalu jadi penyemangat terbesar bagi aku hingga bisa mencapai titik ini.”
Ia mengarahkan pandangannya ke Regan, suaminya, yang duduk di barisan depan. Matanya mulai berkaca-kaca. “Aku ingin mendedikasikan penghargaan ini untuk seseorang yang selalu ada buat aku, yang nggak pernah lelah mendukung aku, dan yang selalu percaya sama aku, bahkan ketika aku sendiri sempat ragu. Penghargaan ini aku dedikasikan untuk suamiku tercinta, Regantara Atmadja.”
Tepuk tangan kembali riuh. Regan tersenyum bangga dengan tangan yang membentuk hati. Kamila tersenyum malu namun tetap membalasnya membuat penonton bersorak keras.
Kemudian, Kamila menunduk sebentar dan menarik napas dalam-dalam. Tampak berat untuk melanjutkan sambutannya. “Selain itu, aku juga ingin mendedikasikan kemenangan ini untuk seseorang yang baru aja hadir dalam hidup Kami, yaitu calon anak Kami yang beberapa minggu kemarin datang ke keluarga Kami.”
Sejenak, suasana hening. Lalu, gedung itu meledak dengan tepuk tangan dan sorakan penuh semangat. Regan yang duduk di barisan depan terlihat terkejut, matanya membelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Kamila tersenyum sambil melanjutkan, “Suamiku bahkan baru tau soal ini. Lihat tuh, dia sampe melongo begitu,” ujar Kamila yang disambut gelak tawa oleh para penonton ketika layar di panggung menunjukkan raut wajah Regan yang terkejut. “Maaf sayang, aku tau ini terlalu mendadak buat kamu. Tapi aku memang udah merencanakan dari awal buat kasih tau kamu di sini, di depan semua orang. Jangan marah yaa!”
Regan masih terlihat syok. Namun ia tertawa kecil setelahnya. Pantas saja akhir-akhir ini Kamila berbeda. Ternyata ini alasannya.
Setelah mengumumkan kabar besar tersebut, Kamila melanjutkan sambutannya dengan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu perjalanan karirnya selama ini. Ia menutup sambutannya dengan membungkuk singkat lalu berjalan turun dari panggung. Bukan kembali ke kursinya, melainkan menghampiri sang suami yang langsung berdiri menyambut.
“Selamat, sayang,” ujar Regan sambil memeluk Kamila. “Terima kasih untuk semuanya,” lanjut Regan dengan suara yang bergetar. Ia sampai kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya malam ini.
“Aku juga makasih karna Mas udah jadi suami terbaik buat aku,” jawab Kamila yang ikut menahan tangis. “Congrats, Mas. Bentar lagi jadi ayah.”
Regan semakin menangis mendengar perkataan Kamila. Regan merasakan campuran emosi yang begitu kuat, seolah-olah seluruh dunia berhenti sejenak. Ia sama sekali tak menyangka akan mendengar kabar sepenting ini di momen yang tidak pernah ia duga.
Ada sedikit rasa bersalah menyelinap di hati Regan. Bagaimana ia bisa tidak menyadari hal sebesar ini? Tapi, rasa itu segera kalah oleh kebahagiaan murni yang tak terbendung. Ia merasa hatinya begitu penuh hingga sulit digambarkan dengan kata-kata. Regan merasa dunianya sempurna. Tak ada hal lain yang lebih penting selain mereka bertiga—dirinya, Kamila, dan bayi yang akan segera hadir dalam hidup mereka.
Setelah momen haru di atas panggung, Kamila menggandeng tangan Regan dengan senyum penuh arti. “Aku belum selesai kasih kejutan malam ini,” katanya sambil menarik suaminya ke arah lift hotel.
Regan, yang masih diliputi euforia dan keterkejutan dari pengumuman kehamilan Kamila, hanya bisa mengikuti tanpa banyak bertanya. “Ke mana kita?” tanyanya penasaran.
Kamila tersenyum misterius. “Kamu bakal tahu sebentar lagi.”
Lift berhenti di lantai tertinggi. Mereka melangkah ke area rooftop yang sudah dihiasi dengan cahaya lampu kecil yang romantis. Udara malam terasa sejuk. Bintang-bintang di langit menambah suasana romantis bagi mereka berdua.
Kamila mengarahkan Regan ke sudut balkon, di mana pemandangan kota terbentang luas. Tiba-tiba, salah satu videotron besar di pusat kota menyala. Regan mengerutkan kening, tapi saat tayangan itu mulai, matanya membesar.
Layar itu menampilkan potongan-potongan momen kebersamaan mereka: tawa mereka saat berlibur bersama, senyuman Kamila saat mereka berlari pagi bersama, video Regan yang tanpa sadar direkam Kamila saat ia bercanda di dapur, hingga momen pernikahan mereka yang penuh kehangatan. Semua dirangkai menjadi sebuah cerita tentang cinta mereka, diiringi lagu yang memiliki arti khusus bagi mereka berdua.
Di akhir tayangan, muncul tulisan besar di layar: You’re not just the best husband, but now also the best dad-to-be. Thank you for being my home, my strength, and the future father of our child. I love you endlessly.
Regan terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia menoleh ke Kamila, yang memandangnya dengan senyum penuh cinta. “Kamu nyiapin semua ini?” suaranya hampir berbisik.
Kamila mengangguk. Ia beranjak menggenggam kedua tangan Regan. “Aku Sera Kamila Maharani. Di bawah langit Jakarta malam ini, aku bersumpah bahwa kamu, Regantara Atmadja, adalah seseorang yang paling aku cintai seumur hidupku. Aku mencintai segala hal yang ada pada diri kamu. I love your hair. I love your lips. I love your eyes. Even perut buncit yang selalu kamu keluhin kalo lama nggak nge-gym, aku suka semuanya.”
Keduanya terkekeh. Regan masih menatap Kamila dalam, menunggu perempuan itu melanjutkan kalimatnya.
“Aku mencintai semua kata yang keluar dari mulut kamu. Bahkan ketika kamu terdiam pun, aku tetap mencintainya.”
Kamila menelan ludah, menahan tangis yang membuncah. “Aku mencintai sosok anak kecil ada di diri kamu di masa lalu, sosok lelaki yang kini berdiri di hadapanku, dan sosok ayah yang kayaknya bakal sering ngomel-ngomel di masa depan.”
Keduanya tertawa dengan ujung mata yang mulai basah.
“And I swear that I always will. Sama aku terus selamanya, ya, Mas?”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Regan menarik Kamila ke dalam pelukan erat. Malam ini, ia merasa menjadi pria paling beruntung di dunia. Di bawah bintang-bintang dan kilauan lampu kota, mereka berdua merayakan awal dari sebuah babak baru dalam hidup mereka.